Mendaki gunung bukan hanya soal kekuatan fisik, tetapi juga soal teknik, strategi, dan kedekatan dengan alam. Gunung tak bisa ditaklukkan dengan terburu-buru; ia mengajarkan kerendahan hati, kesabaran, dan tentu saja keterampilan. Salah satu pengalaman mendaki yang menarik untuk dijadikan studi kasus adalah pendakian ke Gunung Binaiya, puncak tertinggi di Maluku dengan ketinggian 3.019 mdpl, yang berdiri megah di Pulau Seram.
Gunung Binaiya mungkin tidak sepopuler Semeru atau Rinjani di kalangan pendaki pemula, namun justru karena itulah ia menjadi tempat belajar teknik berjalan di gunung yang lebih alami dan menantang.
1. MENITI PERJALANAN PANJANG: MENUJU KAKI GUNUNG
Perjalanan menuju Gunung Binaiya dari Jakarta saja sudah terasa seperti ekspedisi mini. Setelah pesawat mengantar kita ke Ambon, perjalanan dilanjutkan dengan kendaraan darat menuju Pelabuhan Tulehu. Dari sana, kapal feri atau kapal cepat akan membawa kita menyeberangi lautan menuju Pelabuhan Amahai di Pulau Seram.
Tapi belum selesai, saudara-saudara! Masih ada kendaraan darat menuju desa terakhir: Piliana. Di sinilah titik awal perjalanan kaki dimulai—sebuah peralihan dari dunia modern ke dunia rimba raya. Sinyal hilang, waktu seolah melambat, dan satu-satunya cara bergerak adalah melangkah.
2. SETAPAK DI ANTARA KEBUN: HIKING DI KAKI GUNUNG
Bagian awal pendakian ke Binaiya adalah murni hiking. Hiking dalam dunia pendakian diartikan sebagai berjalan kaki di jalur yang sudah tersedia, biasanya setapak, dengan kemiringan landai hingga sedang. Jalur-jalur ini adalah jalan tradisional yang sudah digunakan masyarakat lokal selama bertahun-tahun—kadang oleh petani menuju kebun, kadang oleh pemburu atau pencari rotan.
Di sini teknik yang dibutuhkan adalah irama langkah yang stabil, pernapasan yang teratur, dan pengelolaan tenaga. Jangan tergoda untuk langsung ngebut—gunung bukan lomba lari.
Tips sederhana: ambil langkah kecil tapi konsisten. Gunakan teknik "rest step", yaitu berhenti sepersekian detik tiap langkah untuk memberikan waktu otot kaki beristirahat tanpa benar-benar berhenti berjalan.
Gunakan tongkat atau trekking pole untuk membantu stabilitas dan mengurangi beban pada lutut, terutama saat menurun. Namun jika tidak punya, sebatang kayu yang ditemukan di jalur bisa jadi teman setia juga.
3. MENYEBERANG SUNGAI DAN MENYUSUR AIR: BERJALAN DI MEDAN BASAH
Setelah melalui kebun dan hutan dataran rendah, medan berubah. Sungai-sungai kecil dan sedang harus diseberangi, beberapa bahkan berulang kali. Teknik berjalan di sungai ini menuntut perhatian khusus.
- Gunakan alas kaki yang punya grip kuat dan cepat kering. Jangan nekat menyebrang dengan sandal jepit—itu bukan uji nyali, itu cari masalah.
- Langkah pendek dan hati-hati, gunakan tongkat bantu atau tangan untuk menopang jika perlu.
- Jangan melawan arus terlalu kuat—ikuti arus jika bisa, dan hindari bebatuan licin.
Berjalan di sepanjang sungai juga menuntut kewaspadaan ekstra karena jalur bisa licin, berlumut, atau menipu. Disinilah ketajaman mata dan keseimbangan tubuh sangat dibutuhkan.
4. SCRAMBLING: SAAT KAKI DAN TANGAN BEKERJA SAMA
Mendekati bagian punggungan patah menuju punggungan utama, kemiringan jalur meningkat drastis. Di sinilah kita masuk ke tahap scrambling.
Scrambling adalah teknik berjalan di medan yang terlalu curam untuk disebut hiking, tapi belum sampai tahap climbing. Biasanya kemiringan di atas 45 derajat, dan tangan mulai aktif digunakan untuk membantu naik.
Beberapa prinsip scrambling:
- Tiga titik tumpu: Selalu pastikan tiga dari empat anggota tubuh (dua tangan, dua kaki) menyentuh atau berpijak di permukaan stabil.
- Tes dulu baru pegang: Jangan langsung berpegangan pada batu atau akar tanpa memastikan kekuatannya.
- Jaga pusat gravitasi rendah: Rapatkan tubuh ke medan, jangan berdiri terlalu tegak.
Pada bagian ini, teknik berpindah beban tubuh secara halus dari satu kaki ke kaki lainnya penting. Bukan soal cepat, tapi soal presisi. Seperti penari balet di lereng hutan.
5. CLIMBING: SAAT PERALATAN DAN TEKNIK MENYATU
Climbing atau panjat tebing bukan bagian dari pendakian ke Gunung Binaiya melalui jalur Piliana. Namun, sebagai pembanding, teknik ini sangat penting diketahui, terutama jika kamu bercita-cita menaklukkan puncak-puncak ekstrem seperti Carstensz Pyramid di Papua.
Climbing adalah aktivitas memanjat dengan tingkat kesulitan tinggi dan membutuhkan perlengkapan khusus seperti tali, harness, carabiner, sepatu panjat, dan helm. Biasanya dilakukan di tebing vertikal atau hampir vertikal.
Beberapa teknik dasar climbing:
- Ascending: Naik dengan bantuan tali tetap (fix rope), seringkali menggunakan alat seperti ascender.
- Rappelling/Abseil: Teknik menuruni tebing dengan mengontrol laju melalui tali.
- Belaying: Sistem pengamanan antar pendaki dengan mengendalikan tali dari bawah.
Climbing menuntut koordinasi tinggi, kekuatan inti tubuh, serta keberanian yang didasari pada persiapan, bukan semata adrenalin.
6. MENGKLASIFIKASIKAN JALUR: PETA TINGKAT KESULITAN
Dalam dunia pendakian, jalur diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesulitan teknisnya, bukan hanya panjang atau ketinggian. Klasifikasi ini penting untuk persiapan logistik, mental, dan teknik.
Tiga kategori umum:
- Hiking: Jalur setapak, kemiringan ringan – sedang, tidak perlu tangan atau alat bantu.
- Scrambling: Jalur curam, tangan digunakan, namun tidak memerlukan peralatan climbing.
- Climbing: Jalur sangat terjal atau vertikal, memerlukan pengaman dan teknik panjat profesional.
Gunung seperti Binaiya bisa dikategorikan sebagai hiking – scrambling tergantung jalur dan musim, sedangkan Carstensz Pyramid masuk kategori climbing kelas dunia dengan tingkat kesulitan 5.8 hingga 5.9 (mengacu pada skala Yosemite Decimal System).
7. KUNCI KESELAMATAN: TEKNIK ITU BUKAN GAYA-GAYAAN
Banyak pendaki pemula berpikir teknik berjalan hanyalah hal sepele. Padahal teknik yang benar adalah kunci keselamatan. Salah posisi kaki di tebing, salah pegangan di akar, bisa berujung fatal.
Beberapa kesalahan umum:
- Overconfidence: Merasa kuat lalu mengabaikan teknik.
- Underestimating medan: Mengira semua gunung sama.
- Buruknya manajemen tenaga: Ngebut di awal, tepar di tengah.
Gunung adalah guru yang adil—yang sembrono akan diberi pelajaran, yang rendah hati akan diberi pengalaman berharga.
8. MEMBANGUN KEMAMPUAN: LATIHAN DAN PEMAHAMAN
Teknik berjalan di gunung bisa dilatih. Gunakan akhir pekan untuk trekking ringan di perbukitan. Pelajari cara berjalan di medan lumpur, berbatu, dan berakar. Latihan keseimbangan bisa dilakukan bahkan di taman kota.
Ikuti pelatihan dasar mountaineering jika ingin mendaki gunung-gunung teknikal. Bergabung dengan komunitas pendaki bisa membantu memperkaya wawasan dan menambah pengalaman.
9. TEKNIK + ETIKA = PENDAKI BIJAK
Tak kalah penting dari teknik adalah etika pendakian. Jangan tinggalkan sampah. Hormati kearifan lokal, terutama di daerah adat seperti Seram. Ingat, berjalan di gunung bukan hanya soal menuju puncak, tetapi soal bagaimana kita hadir sebagai manusia yang menyatu dengan alam.
Mendaki gunung adalah perjalanan spiritual, fisik, dan mental. Teknik berjalan di gunung, dari hiking hingga scrambling bahkan climbing, adalah keterampilan dasar yang wajib dikuasai jika ingin menjadikan alam sebagai sahabat, bukan musuh.
Gunung Binaiya memberi pelajaran berharga: tak perlu terlalu tinggi untuk memahami kebesaran alam, cukup dengan langkah yang benar dan hati yang terbuka.
Jadi, jika kaki sudah gatal ingin bertualang, jangan lupa—kuasai tekniknya dulu. Karena di gunung, yang berjalan asal-asalan hanya akan menemukan satu hal: kelelahan tanpa tujuan. Sedangkan mereka yang berjalan dengan teknik, akan menemukan makna dalam setiap langkah.
0 Komentar